tradisional Tari Topeng
di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, kini mengeluhkan sepinya undangan
tampil dalam acara perkawinan, khitanan, atau kaulan (nadar), yang biasa
dilakukan warga Bekasi.
Kondisi
ini terutama disebabkan berubahnya selera masyarakat yang lebih suka
nanggap orkes musik atau organ tunggal yang menyajikan lagu-lagu
dangdut.
Nemon
(40), yang memimpin Grup Topeng Sumber Harta di Desa Cijengkol,
Kecamatan Setu, menuturkan, saat ini grupnya lebih banyak menganggur.
"Kalau
ada warga yang punya hajatan kawinan, mereka lebih suka nanggap orkes
dangdut. Alasannya, lebih meriah dan sawerannya banyak karena warga yang
datang juga banyak," katanya.
Persaingan
antara grup Tari Topeng dan orkes dangdut mulai dirasakan sejak tahun
2000. Sebelumnya, sejak krisis tahun 1997-1998, permintaan tanggapan
diakui mulai turun.
"Waktu itu masih ada lima kali sebulan. Tapi sekarang, sekali sebulan saja sudah syukur," kata Nemon.
Nemon
mengaku tidak berkutik menghadapi persaingan keras dari grup-grup
dangdut dan organ tunggal yang mewakili budaya pop merambah ke
desa-desa.
Sekarang
ini, untuk membayar pemain saja Nemon mengaku harus menjual kambingnya.
Sepinya tanggapan membuat persaingan di antara grup-grup tari topeng
semakin ketat. Sebab, di Kecamatan Setu saja ada sekitar 10 grup. Setiap
grup terdiri dari sembilan orang atau lebih yang dibayar Rp 25.000- Rp
60.000 setiap kali tampil. Atau, biaya tanggapan berkisar antara Rp 1,5
juta-Rp 2,5 juta.
ARIM
(60), yang memimpin grup Sari Mekar di Desa Burangkeng, dengan pahit
menyatakan terpaksa beralih profesi karena tari topeng tak lagi mampu
menjadi gantungan hidup. Seniman yang menggeluti tari topeng sejak
1970-an itu sudah memodifikasi tariannya dengan jaipongan, tetapi tetap
saja kalah bersaing. Akhirnya, ia kini merintis usaha penyewaan
perlengkapan hajatan seperti tenda, kursi dan peralatan makan.
"Saya
juga menawarkan satu paket dengan Tari Topeng, tapi jarang lakunya.
Sekarang, paling tampil dua kali sebulan," kata Arim sambil tertawa.
Tarian
Topeng merupakan kesenian Bekasi yang biasanya dimainkan untuk
memeriahkan acara perkawinan, khitanan, dan kaulan. Dalam gelarannya,
tari topeng dilengkapi juga drama komedi atau lawak tentang kehidupan
masyarakat kecil di Bekasi.
Tarian
Topeng diiringi musik yang terdiri dari lima jenis alat musik yaitu
kendang, rebab, gong, kenong tiga, dan kecrek. Namun, dewasa ini,
iringan musik topeng bertambah dengan alat musik lain seperti salendro,
saron, bende, dan terompet, sebagai akibat dari pengaruh budaya Betawi
dan Sunda.
Pemerhati
kesenian tradisional Bekasi, Anwar Marzuki, meminta pemerintah setempat
membina seniman tradisional agar mereka tetap jadi aset daerah. Salah
satunya dengan menyediakan lokasi untuk tampil secara bergantian. (Kompas Online)